Di hari kematian Baradita Katoppo,
ketika lampu
mulai dipadamkan,
sebaris kalimat lewat: "Tak ada
yang kembali.
dari benua itu".
"Tak ada yang kembali."
Hamlet, kita ingat,
mengatakan itu, seraya
telunjuknya
ia rapatkan pada pintu.
Langit mengeriput. Antara kata dan katakomb,
ia lihat orang-orang berangkat,
dan seseorang mengirim pesan pendek,
"Aku
tinggalkan waktu, Tuanku".
Itu bisa. Itu mungkin bisa.
Sebab di
sini, dekat kau dan aku,
kematian selalu menjemput,
bersama asap
di sudut rumah menjelang sore,
dan kabur ke udara
ketika tetangga-tetangga
membakar sampah
dan di corong radio
tak ada orang yang butuh berdoa.
Hanya sejumlah nada lurus
tapi berkabung.
Dan tak satupun yang kembali.
Hamlet pun bertanya:
mana yang lebih sedih,
mana yang lebih sederhana:
menanggungkan
ombak di gempa laut,
atau memangkas
nasib
yang tak adil, atau menyeberangi
selat
dan menghilang
ke dalam hijau ganggang?
Di jalan ke pengasingan itu Horatio diam,
meskipun wajahnya menua dan berkata,
Kita ada di sana
selalu, Tuanku,
kita ada di sana
selalu.
2014