Saturday, April 28, 2012

Di Assisi


Tuhan dengan suara yang aneh
melepaskan sayap malaikat
yang ingin terbang
dan tak kembali ke mural ini.
Berkah akan jadi tua,
juga batu-merah sepanjang hujan,
dan yang suci akan jadi hijau,
dan di langit El Gerco,
yang tak – fana
mungkin tak mengerti
kenapa cinta adalah sedih
yang tersisa
seperti remah pada meja
pagi hari

2005

Sebelum Bom


Sebelum bom itu meledak
Ia lihat pantai:
laut (yang belum selesai menghapal ombak)
melepaskan teja
yang hamper padam.

Hijau tak diacuhkan hujan, agaknya,
juga burung yang bertebar
di lading garam.

Dan ingin tidur.

Tapi di kamar ini Tia, seekor kucing.
mencakari kaca akuarium,
dan ikan-ikan tua
mengatupkan insang
ketika jam bundar itu
melepaskan tak-tik-toknya
ke cuaca, dan ia tak ingat benar
adakah bunga dalam vas itu
ia namai “krisantenum”
sebelum mati.

Sebelum bom itu meledak


2005

Di Jalan ke Arah Biara


Di jalan ke arah biara
bulan seperti suasa.
Langit lembab
tuhan tak tertanda
Tapi lereng itu rimbun
ke  arah dusun. Tebing menahan dingin, dan angin
seperti surat bahagia, dengan kata Latin
yang tak berarti apa-apa


2005

Aubade

Di halte pertama
seorang masinis menyanyi
karena tak terasa lagi dinihari. Pukul 5,
orang-orang tetap tak melihatnya
Tapi kota itu terbangun
oleh rel riuh, suara subuh,
sisa gerimis, tembilang ayam jantan
yang lama mengais.
seorang pelacur pun pulang
ke arah anak di kelas yang jauh,
“Telah kusiapkan sabak itu, Ibu,
telah kutuliskan namaku”


2005

Saturday, April 14, 2012

Belajar Dari Pantun

Pidato untuk Hari Jadi Sastrawan Negara dan Profesor Emeritus Muhammad Haji Salleh; Penang, 14 Maret 2012.
Tak perlu saya uraikan panjang: hari ini saya mendapatkan kehormatan dan kebahagiaan sekaligus. Diundang untuk menyajikan sesuatu pada ulangtahun ke-70 seorang sastrawan terkemuka yang dihormati dalam masyarakat sastra Melayu di Malaysia, Singapura, dan Indonesia, berarti sebuah kepercayaan yang istimewa. Berada di tengah kegembiraan mendampingi Muhammad Haji Salleh di hari kelahiran beliau merupakan sebuah bonus, sebuah karunia tambahan, yang tak datang sembarang waktu.
Sebagai seorang yang satu generasi -- saya lebih tua beberapa belas bulan -- saya sadar, usia 70 tidak akan pernah datang buat kedua kalinya. Pada titik ini, ujung jalan di depan itu sudah tampak; tiap kali hari bertambah, kita pun kian mendekat ke sana.
Dan hari tak akan berulang. Saya selalu berpendapat bahwa kata 'ulang tahun' dalam bahasa Melayu-Indonesia untuk 'birthday' adalah sebuah kesalahan. Tanggal 26 Maret tidak berulang di kurun yang berbeda. Tiap tahun adalah tahun baru. Sebab itu sebuah ucapan jenaka dalam bahasa Inggris ada benarnya: 'Birthdays are good for you; the more you have them, the longer you live.'
Dengan mengutip itu, saya ingin mengucapkan selamat kepada Muhammad Haji Salleh, seraya berdoa, semoga tahun baru ini setidaknya akan memberi cabaran dan kesempatan bagi beliau untuk melahirkan karya-karya yang cemerlang. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.
Karena itulah dalam kesempatan ini saya tak akan sekedar mengenang buah tangan Muhammad Haji Salleh, seperti galibnya orang memperingati seorang yang usianya di atas setengah abad. Saya akan mengenang karya beliau, tetapi juga ingin mengembangkannya -- sebagai tanda penghargaan saya kepada yang telah disumbangkannya kepada kesusastraan kita.
Demikianlah, dalam kesempatan ini saya memilih untuk berbicara tentang pantun -- bentuk ungkapan sastra yang dikenal akrab baik di Malaysia maupun di Indonesia, yang berkat telaah Muhammad Haji Salleh yang original dan perseptif, bertambah jelas nilainya bagi kita.
Tidak mengherankan bila kita bukan saja mendapatkan pantun dalam permainan anak-anak. Kita juga menemukannyab dalam karya penyair dan penulis lakon terkemuka. Pantun tak hanya mengutarakan pemikiran, tapi juga, seperti dikatakan Muhammad dalam eseinya, 'Estetika Pantun Melayu', 'perasaan, kesenian dan perkelilingannya,' dan semua itu 'dikutip' dalam 'jumlah yang besar, rinci lagi dalam'.
Dengan petunjuk yang disebut dari telaah itu, saya akan mengambil dua pasal kearifan di antara sekian pasal lain yang saya anggap dapat dipetik dari pantun.