Wednesday, August 24, 2005

Setajam Layung Senja

Setajam layung senja: Lorong-lorong ini pun juga
Bergetar antara pucuk, antara gerak samar cemara
Dan segala pasti menunggu, jalanan malam Minggu
Dan segala pasti menunggu: jaga akhir hari yang lesu

Sebab yang melangkah ke malam bukan hanya pengembara
Sebab yang terbungkuk di ranjang bukan hidup sia-sia
Kepada kaca pun kita sanggup berbisik
Sepanjang senja yang lenyap: detik demi detik

1961

Orang di Katedral

Burung-burung pun bermain
Di petak-petak suram dinding
Ketika ia melangkah, bermata basah
Dari alun sedingin khotbah

Patung-patung pun sepi, pintu-pintu pun sepi
Terpampang di kota bising tengah hari:
- Adakah jarak begitu jauh
Antara terik jalan dan jubahku lusuh?

Tuhan, ini kali bukan berita lagi:
Semadi-semadi panjang dinihari
Kepada Roma yang tak kalah
Kepada Jakarta yang gelisah

1961

Sunday, August 21, 2005

Di Muka Jendela

Di sini
cemara pun gugur daun. Dan kembali
ombak-ombak hancur terbantun.
Di sini
kemarau pun menghembus bumi
menghembus pasir, dingin dan malam hari
ketika kedamaian pun datang memanggil
ketika angin terputus-putus di hatimu mengigil
dan sebuah kata merekah
diucapkan ke ruang yang jauh:- Datanglah!

Ada sepasang bukit, meruncing merah
dari tanah padang-padang yang tengadah
tanah padang-padang terukur
di mana tangan-hatimu terulur. Pula
ada menggasing kincir yang sunyi
ketika senja mengerdip, dan di ujung benua
mencecah pelangi:
Tidakkah siapa pun lahir kembali di detik begini
ketika bangkit bumi,
sejak bisu abadi,
dalam kristal kata
dalam pesona?

1961