Thursday, October 13, 2016

DI HARI KEMATIAN BARADITA KATOPPO

Di hari kematian Baradita Katoppo,
ketika lampu mulai dipadamkan,
sebaris kalimat lewat: "Tak ada yang kembali.
dari benua itu".

"Tak ada yang kembali."
Hamlet, kita ingat,
mengatakan itu,  seraya  telunjuknya
ia rapatkan  pada pintu.

Langit mengeriput. Antara  kata dan katakomb,
ia lihat orang-orang berangkat,
dan seseorang mengirim pesan pendek,
"Aku tinggalkan waktu, Tuanku".

Itu bisa.  Itu mungkin bisa.
Sebab di sini,  dekat kau dan aku, 
kematian selalu menjemput,
bersama asap

di sudut rumah menjelang sore,
dan kabur ke udara
ketika tetangga-tetangga
membakar sampah dan di corong radio


tak ada orang yang  butuh berdoa.
Hanya sejumlah nada  lurus
tapi  berkabung.
Dan tak satupun  yang kembali.

Hamlet  pun bertanya:
mana yang lebih sedih, 
mana yang lebih sederhana: 
menanggungkan ombak di gempa laut,

atau memangkas nasib
yang tak adil, atau menyeberangi selat
dan menghilang
ke dalam  hijau ganggang?

Di jalan ke pengasingan itu Horatio diam,
meskipun  wajahnya menua dan berkata,
Kita ada di sana selalu, Tuanku,
kita ada di sana selalu.




2014